Tuesday 6 April 2010

PERTAMA DI AFRIKA ... masa' sih ... !!!

Lho ko’ bisnya muter ke kiri, bis yang kunaiki memutar halauan ke arah kiri. Bis umum nomer 65 kuning, bis berwarna putih ada loretan biru coklat ditengah. Jalan raya ini … bukannya aku sering lewati jika aku kembali dari tahrir. Aku bertanya kepada diriku sendiri.
Bis berjalan terus ke arah kota Kairo lama atau yang dikenal penduduk sekitar dengan Maser Al-Qodimah. Sebelah Kanan kiri yang aku lewati banyak toko dan kedai.

Nah, ada kuburan Kristen, jarang aku melihat kuburan Kristen di tengah kota Kairo. Tapi di sini aku melihatnya penuh keheranan. Kuburan itu terbuat dari batu yang disemen serta cat berwarna putih. lebih aneh lagi kuburan itu memiliki kubah diatas kuburan tersebut. Serupa dengan kubah makam para wali, yang membedakan adalah salib diatas kubah.
Tertulis di depan pintu masuk kuburan itu kuburan Katolik Koptik.
Aneh !!! ada tambahan kata Katolik yang digabung dengan Koptik. Selama ini yang aku tahu di Mesir hanya Koptik tanpa ada tambahan Katolik. Mungkinkah ini ada hubungan dengan Katolik Roma.

Setelah browsing sana sini ternyata Koptik terpecah menjadi dua sekte. Gereja Ortodoks Koptik dan Gereja Katolik Koptik.
Gereja Ortodoks Koptik, gereja pribumi masyarakat Kristen Mesir. Gereja ini lahir sejak awal sejarah Kekristenan, diawali dari kedatangan Markus, murid Petrus sekaligus penerjemahnya. Pusat ke-paus-an gereja berada di Alexandria.
Sedangkan Gereja Katolik Koptik, gereja otonom dalam persekutuan Gereja Katolik Roma. Pusat kepausan terletak di Vatikan.

Bis terus melaju dengan pelan, kulihat kanan kiri suasana kota tua yang kumuh dengan bangunan berwarna coklat akibat debu menempel pada setiap tembok.

“Itu Masjid Amr bin Ash.” Begitu tanyaku kepada kondektur bis.

“Iya.” Dia menjawab disertai anggukan kepala.

“Turun disinikah.” Dia melanjutkan kata-katanya.

Aku hanya mengisyaratkan jari telunjuk ke depan. Tidak tahu akan turun dimana karena ini adalah pertama kali aku pergi ke tempat ini menggunakan bis umum.

“Turun di terminal sekalian yah.” begitu kata kondektur menafsirkan isyarat tanganku.

Aku menggelengkan kepala seakan tahu terminal bis itu.

Terminal tampak sepi, tidak seperti terminal Depok atau Lebak Bulus. Meski semua adalah terminal bis dalam kota, di dalam terminal Amr Bin Ash ini hanya terlihat dua atau tiga bis yang ngetem.
Aku masih ragu apakah itu Masjid Amr Bin Ash atau bukan. Maklum, aku belum pernah menyempatkan diri berjalan ke Masjid tersebut. Kalau sekedar keinginan atau ide jalan-jalan ke sana sudah numpuk di kepala.
Adzan Zuhur terdengar dari arah Masjid di depanku. Masjid ini berwarna coklat seperti debu padang sahara. Di atasnya terlihat ukiran seakan adalah benteng kerajaan. Aku masuk ke dalam ternyata ada orang-orang sedang melaksanakan solat. Aku cari tempat wudhu dan berwudhu, aku titipkan sepatu bututku ke penjaga. Setelah berwudhu aku beri dia imbalan jasa 50 piastre (sekitar seribu) karena telah menjaga sepatuku. Hehehe :D

Aku solat berjamaah, setelah itu solat sunnah ba’diyah Zuhur.
Wow, benar-benar luas masjid ini. Sekelilingnya terdapat tiang yang menopang atap Masjid. Ada yang mengatakan bahwa tiang Masjid Amr Bin Ash ini adalah tiang-tiang kuil Firaun.
Aku berkeliling untuk melihat kehebatan Masjid yang pertama kali dibangun di Mesir bahkan pertama di Afrika. Sekilas memandang dalam Masjid ini mirip Masjid Al-Azhar, karpet merah yang terbentang di setiap lantai serta tiang-tiang yang menjulang. Dan ciri khas setiap masjid timur tengah tetap ada saja menyisakan courtyard -semacam halaman kosong- di tengah masjid. Masjid Istiqlal pun memiliki courtyard di dalam.

Ditengah-tengah courtyard ada semacam bangunan beratap kubah digunakan untuk berwudhu. Tempat wudhu ditengah courtyard ini tidak ditemui di Masjid Al-Azhar dan Masjid Istiqlal, ini lah yang membedakan.

Masjid ini dibangun oleh Amr Bin Ash pada tahun 21 H/642 M. Masjid ini pertama kali dibangun berukuran seluas 50 X 30 hasta, tanpa menara tanpa halaman di tengah masjid. Saat ini masjid telah mengalami perluasan menjadi 120,5 X 112,5 meter.
Sayangnya, bangunan asli Masjid Amr Bin Ash ini tidak tersisa sedikit pun kecuali namanya saja.

Imam Syafii pendiri Mazhab Syafii -mazhab ini dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia-, beliau pernah mengajarkan fiqih di dalam Masjid ini.

Suasana sepi, ada beberapa orang Mesir, turis asing melihat-lihat Masjid tersebut.
Ehm, kulihat ada wajah Asia sedang berbicara dengan dua orang Mesir berpakaian jubah putih.
“Izzayyak?” –apa kabar- Sapaku kepada dua orang Mesir yang tidak aku kenal.
Sambil cuek tanpa menunggu jawaban dari mereka, aku terus berkeliling Masjid ini, karena aku hanya basa-basi saja. Memandang atap Masjid, mengamati mihrab, mimbar, tiang, lantai, semua apa saja yang bisa kulihat ditempat itu.

Mengelilingi sekitar luar Masjid tersebut.

Bangunan dengan dinding berwarna kuning terbungkus debu. Aku terus melangkahkan kaki ke depan. Aneh, tembok bagian depan tidak disemen, batu bata merah tetap terlihat seperti kebanyakan tembok rumah pedesaan di Indonesia. Aku melihat ke atas depan hanya ada satu kubah dan satu menara di Masjid ini. Baru kali ini aku mengetahui ada Masjid hanya satu menara di Mesir. Tidak seperti Masjid-Masjid kuno Mesir yang memiliki tiang menara lebih dari satu.

1 comment: